.
Awal
sejarah.
Bukti
sejarah penyebaran Islam di Nusantara terkeping-keping dan umumnya tidak
informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia terbatas.
Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik
tentang konversi masyarakat Nusantara. Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap
awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan kesaksian beberapa peziarah,
tetapi hal ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat
tertentu pada waktu tertentu. Baik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun
Republik Indonesia lebih memilih situs peninggalan Hindu dan Buddha di Pulau
Jawa dalam alokasi sumber daya mereka untuk penggalian dan pelestarian
purbakala, kurang memberi perhatian pada penelitian tentang awal sejarah Islam
di Indonesia. Dana penelitian, baik negeri maupun swasta, dihabiskan untuk
pembangunan masjid-masjid baru, daripada mengeksplorasi yang lama.
Sebelum
Islam mendapat tempat di antara masyarakat Nusantara, pedagang Muslim telah
hadir selama beberapa abad. Sejarawan Merle Ricklefs (1991) mengidentifikasi
dua proses tumpang tindih dimana Islamisasi Nusantara terjadi: antara orang
Nusantara mendapat kontak dengan Islam dan dikonversi menjadi muslim, dan/atau
Muslim Asia asing (India, China, Arab, dll) menetap di Nusantara dan bercampur
dengan masyarakat lokal. Islam diperkirakan telah hadir di Asia Tenggara sejak
awal era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman' (644-656) utusan dan
pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui
Nusantara dari dunia Islam. Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun
904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah terlibat dalam negara
perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra.
Kesaksian
awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari Kekhalifahan Abbasiyah, menurut
kesaksian awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara pelaut Muslim
terutama karena kelimpahan komoditas perdagangan rempah-rempah berharga seperti
Pala, Cengkeh, Lengkuas dan banyak lainnya.
Kehadiran
Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi
pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di
Nusantara. Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di
Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah.
Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 H (1082 M), meskipun milik
seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa
di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi Nusantara berasal
dari Sumatera Utara, Marco Polo dalam perjalanan pulang dari China pada tahun 1292,
melaporkan setidaknya satu kota Muslim, dan bukti pertama tentang dinasti
Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik
al-Saleh, penguasa Muslim pertama Kesultanan Samudera Pasai, dengan batu nisan
selanjutnya menunjukkan diteruskannya pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah
pemikiran Syafi'i, yang kemudian mendominasi Nusantara dilaporkan oleh Ibnu
Battutah, seorang peziarah dari Maroko, tahun 1346. Dalam catatan
perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa penguasa Samudera Pasai adalah
seorang Muslim, yang melakukan kewajiban agamanya sekuat tenaga. Madh'hab yang
digunakannya adalah Imam Syafi'i dengan kebiasaan yang sama ia lihat di India.
B.
Menurut
wilayah
Pada
awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara dengan
cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad
ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim
terorganisir. Namun klaim ini kemudian dibantah oleh temuan sejarawan bahwa
beberapa bagian dari Jawa, seperti Suku Sunda di Jawa Barat dan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur ditaklukkan oleh Muslim Jawa dari Kesultanan Demak.
Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad
ke-16, sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang
Hindu-Buddha sering berperang. Pendiri Kesultanan Aceh Ali Mughayat Syah
memulai kamapanye militery pada tahun 1520 untuk mendominasi bagian utara
Sumatera dan mengkonversi penduduknya menjadi Islam. Penyebaran terorganisir
Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang diakui
mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama
periode ini.
1.
Malaka
Didirikan
sekitar awal abad ke-15 , negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka (sekarang
bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat
perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim
asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di
Nusantara. Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan
mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang
merupakan Suku Hui muslim dari negeri China. Di Malaka dan di tempat lain
batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan
Melayu, tetapi juga sebagai agama dari sejumlah budaya dan penguasa mereka pada
akhir abad ke-15.
2.
Sumatera Barat
Masjid
di Sumatera Barat dengan arsitektur tradisional Minangkabau.Bukti yang lebih
kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu
nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh di Sumatera Utara, masing-masing dengan
tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari
abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa
Timur adalah bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa
Sansekerta atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum
Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433) yang
ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah Cheng Ho:
"negara-negara utama di bagian utara Sumatra sudah merupakan Kesultanan
Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka,
penguasanya Iskandar Shah adalah Muslim dan juga warganya, dan mereka percaya dengan
sangat taat".
Di
Kampong Pande, Banda Aceh terdapat batu nisan Sultan Firman Syah, cucu dari
Sultan Johan Syah, yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda
Aceh adalah ibukota Kesultanan Aceh Darussalam dan bahwa kota itu didirikan
pada hari Jumat, 1 Ramadhan (22 April 1205) oleh Sultan Johan Syah setelah ia
menaklukkan Kerajaan Hindu-Buddha Indra Purba yang beribukota di Bandar Lamuri.
Pembentukan
kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di bagian Utara pulau Sumatera
didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk
sultan pertama dan kedua Kesultanan Pedir (sekarang Pidie), Muzaffar Syah,
dimakamkan 902 H (1497 M) dan Ma'ruf Syah, dimakamkan 917 H (1511 M).
Kesultanan Aceh didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara
yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan salah satu yang paling kuat di
seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat
Syah yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530 M).
Pada
1520, Ali Mughayat Syah memulai kampanye militer untuk mendominasi bagian utara
Sumatera. Dia menaklukkan Daya, dan mengkonversi orang-orangnya ke Islam. [7]
Penaklukannya berlanjut ke bawah pantai timur, seperti Pidie dan Pasai
menggabungkan beberapa daerah penghasil emas dan lada. Penambahan daerah-daerah
tersebut akhirnya menyebabkan ketegangan internal dalam Kesultanan Aceh, karena
kekuatan Aceh adalah sebagai bandar perdagangan, yang kepentingan ekonominya
berbeda dari wilayah-wilayah bandar produksi.
Buku
ahli pengobatan Portugis Tome Pires yang mendokumentasikan pengamatannya atas
Jawa dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber
yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut,
menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke
selatan sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasanya adalah Muslim,
sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke
pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti Pasai
dan Minangkabau penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka
dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires
bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.
Setelah
kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti tentang
kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh Alauddin al-Kahar
(1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I
tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti
Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian
berlayar dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara, peralatan militer dan
perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis
Fernão Mendes Pinto, armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri
dari beberapa orang Turki dan kebanyakan Muslim dari pelabuhan Samudera
Hindia.[8]
3.
Jawa Tengah dan
Jawa Timur
Masjid
Agung Demak, Kerajaan Islam pertama di Jawa.Prasasti-prasasti dalam aksara Jawa
Kuno, bukan bahasa Arab, ditemukan pada banyak serangkaian batu nisan
bertanggal sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan bahwa mereka hampir pasti
adalah Jawa pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi rumit dan kedekatan
dengan lokasi bekas ibukota kerajaan Hindu-Buddha Majapahit, Louis-Charles
Damais (peneliti dan sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah makam
orang-orang Jawa pribumi yang sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga
kerajaan.[9] Hal ini menunjukkan bahwa beberapa elit Kerajaan Majapahit di Jawa
telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan Hindu-Buddha
berada di puncak kejayaannya.
Ricklefs
(1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan
bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa
Islam di Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk
kerajaan Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan
perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan para
pedagang Muslim, namun kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang berpengalaman
untuk tertarik pada agama kasta pedagang masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru
Sufi-Islam yang dipengaruhi mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan
gaib, lebih mungkin untuk diduga sebagai agen konversi agama para elit istana
Jawa yang sudah lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha.
Pada
awal abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku Jawa hidup,
masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa Timur di
Daha (sekarang Kediri). Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah
ter-Islamisasi dan sering berperang dengan daerah pedalaman, kecuali Tuban,
yang tetap setia kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa wilayah di pesisir tersebut
adalah wilayah penguasa Jawa yang telah berkonversi ke Islam, atau wilayah
Tionghoa Muslim, India, Arab dan Melayu yang menetap dan mendirikan negara
perdagangan mereka di pantai. Menurut Pires, para pemukim asing dan keturunan
mereka tersebut begitu mengagumi budaya HinduBuddha Jawa sehingga mereka meniru
gaya tersebut dan dengan demikian mereka menjadi "Jawa". Perang
antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-pedalaman ini juga terus berlanjut lama
setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan Demak, bahkan permusuhan ini juga
terus berlanjut lama setelah kedua wilayah tersebut mengadopsi Islam.
Kapan
orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim Tionghoa,
Ma Huan, utusan Kaisar Yongle,[4] mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan
melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra
(1433), bahwa hanya ada tiga jenis orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat
Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan Jawa yang bukan Muslim.[10]
Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun
sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah
diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.
Sebuah
nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan di Jawa
Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia adalah
orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir
Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan
rasul Islam di Jawa (disebut Wali Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis
ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat
di Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran,
kerajaan Hindu terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan
Demak pada tahun 1520.
4.
Jawa Barat
Suma
Oriental ("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires melaporkan juga
bahwa Suku Sunda di Jawa Barat bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi
Islam. Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16.
Dalam studinya tentang Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen berfokus pada
hubungan antara mistik dan keluarga kerajaan, mengkontraskan bahwa proses
Islamisasi dengan yang yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa: "Dalam
kasus Banten, sumber-sumber pribumi mengasosiasikan "tarekat" tidak
dengan perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis dan
legitimasi politik." Ia menyajikan bukti bahwa Sunan Gunungjati diinisiasi
ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan
"Naqsyabandiyah" dari sufisme.
5.
Daerah lain
Tidak
ada bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-16 di
daerah luar Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kesultanan Ternate dan Tidore di
Maluku, dan Kesultanan Brunei dan Semenanjung Melayu.
C.Peranan
walisongo dan ulama dalam penyebaran agama
Islam di Indonesia
Penyebaran
Islam di Pulau Jawa di koordinir oleh wali-wali melalui organisasi/dewan dakwah
wali songo yang beranggotakan sembilan wali. Wali adalah seorang yang
berkepribadian baik, dekat dengan Allah, mempunyai kemampuan yang tidak
dimiliki oleh orang lain. Pendapat lain wali adalah orang yang selalu dijaga
oleh Allah dan senantiasa berbakti kepadaNya.
Pengembangan
agama Islam di Jawa oleh wali 9 dilakukan sejak abad 14-16 M. Para wali 9
tersebut tidak hanya sebagai juru da’i tetapi juga berpengaruh besar dalam
pemerintahan oleh karenanya mendapatkan gelar Sunan (Suguhanan, Junjungan),
yaitu :
1.Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Berasal dari wilayah Maghribi (Afrika Utra). Dia selama 20 tahun berada di Gresik mencetak kader, oleh karenanya dikenal sebagai sunan Gresik. Dialah yang dikenal sebagai pelopor penyebaran Islam pertama di Jawa.2.Sunan Ampel (Maulana Rahmatullah). Permulaan dakwahnya dimulai dipesantren yang didirikannya di Ampel Denta (dekat Surabaya). Sunan Ampel juga dianggap sebagai penerus cita-cita dan perjuangan sunan Gresik.3.Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim). Sunan ini berupaya menyesuaikan dakwahnya dalam hal pewayangan dan musik gamelan. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat Syahadat (syahadatain atau sekaten).4.Sunan Drajat (Maulana Syarifudin). Wali ini dikenal sebagai wali yang berjiwa dan sosial tinggi . Wali ini hidup pada masa kerajaan Mojopahit runtuh dan rakyat dalam krisis yang memprihatinkan. Dia juga menggunakan seni sebagai media dakwahnya, yaitu pangkur sebagai alat seni lipfak.5.Sunan Giri (Maulana Umar Said). Aslinya bernama Raden Paku merupakan seorang wali yang menyebarkan agama Islam dengan menitik beratkan pada bidang pendidikan agama Islam.6.Sunan Kalijaga (Maulana Muhammad Syahid). Wali ini dikenal sebagai budayawan dan seniman. Wali ini berdakwah dengan cara berkelana. Sarana dakwahnya adalah wayang kalif yang memuat nilai-nilai keislaman. Lagu yang diciptakannya adalah dandanggula.7.Sunan Muria (Maulana Umar Said). Wali ini terkenal pendiam tapi fatwahnya sangat tajam, oleh karena itu dia dikenal sebagi seorang sufi, bahkan guru tasawuf. Dia juga menyukai seni nuasa keislaman. Dia juga menciptakan lagu sinom dan kinanti.8.Sunan Kudus (Maulana Ja’far Shadiq). Wali ini mendapat gelar waliyul alim (orang yang luas ilmunya). Karena memiliki ilmu tauhid dan fikih. Oleh karenanya dikenal sebagai sunan Kudus. Dia membangun masjid di Kudus yang disebut Menara Kudus.9.Sunan Gunung Jati (Maulana Syarif Hidayatullah). Wali ini menyebutkan Islam di Cirebon Jawa Barat. Ia cucu Raja Pejajaran yang lahir di Makkah – setelah dewasa menggantikan pamannya sebagai raja dan berhasil menjadikan Cirebon sebagai kerajaan Islam pertama di Jabar.
D.Faktor – faktor
penyebaran dan pengembangan agama Islam
Perdagangan.
Melalui perdagangan inilah mereka dengan mitranya, menyampaikan ajaran-ajaran
agama Islam sebagai satu ajakan persuasif untuk bisa tertarik dan melaksanakan
ajaran Islam. Hal ini sesuai dengan QS. an-Nahl : 25 (lembar arab/ayat ada
dibelakang)Sosial bermasyarakat, ini terjalin melalui hubungan perkawinan
antara masyarakat biasa maupun bangsawan. Hal ini meiliki bukti-bukti kuat.Pengajaran.
Hal ini terbukti adanya pesantren-pesantren yang didalamnya berisi tentang
pengajaran dan pendidikan agama Islam.
Selain
Wali Songo juga terdapat wali-wali yang juga memiliki peran penting,
diantaranya Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang dari Demak), Syaikh Qurrotul
Ain, dll. Wali yang berjasa dalam penyebaran Islam diluar Jawa :
a. Shekh
Samsudin di Kalimantan Barat
b. Datuk
Rebondang di Sulawesi
c. Sunan
Giri di NTB, NTT, Ternate dan Maluku
d. Shekh
Burhanuddin di Ulakan Minangkabau
E.Kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia
a.
Kerajaan Islam
di Jawa
1.
Kerajaan
Demak (1500-1518M)
Perintis
dan pendiri kerajaan demak adalah Raden Patah (Pangeran Jumbun). Ia mendirikan
Pesantren atas perintah Sunan Ampel (gurunya) tahun 1475 m. Prabu kerta Bumi V
(ayah Raden patah) menjadi raja di Majapahit Th. 1468-1478m. Tahun 1479m
majapahit diserang Prabu Giridra wardana Kediri, Majapahit Kalah. Ia menjadi
raja dengan gelar Brawijaya VI- 1478-1498. Tahun 1498 Brawijaya VI ditaklukkan
Prabu VII, dengan demikian Majapahit berakhir dan diganti dengan berdirinya
kerajaan Demak Islam. Ia mempunyai gelar Sultan Fatah Alamsyah Akbar. Ia
meninggal tahun 1518. Selanjutnya digantikan Adipati Unus (tahun 1518-1521m).
Tahun 1512/1513m Adipati Unus menyerang Portugis tetapi tidak berhasil.
2.
Kerajaan
Islam Pajang (1546-1582M)
Sultan
Trenggono wafat tahun 1546 dan secara bersamaan di Demak terjadi perebutan
kekuasaan diantara kerabat kerajaan, antara adik adik Trenggono dan
anakTrenggono. Adik Trenggono tewas ditangan Sunan Prawoto yang mempunyai anak
Arya Panangsang. Selanjutnya Arya Panangsang yang berusaha membunuh Sunan
Prawoto, tewas ditangan Adiwijaya. Adiwijaya menjadi raja Demak dan selanjutnya
pusat pemerintahannya dipindah ke Pajang. Dia selanjutnya dikenal dengan sebutan
Joko Tingkir. Joko Tingkir tewas dalam peperangan melawan Mataram pada tahun
1582M
3.
Kerajaan Islam Mataram (1582-1601M)
Pendiri
kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Sutawijaya putra Ki Gede Pamanahan
(komandan dan pasukan pengawal panembahan Adiwijaya (Joko Tingkir). Ia
meninggal tahun 1601M. Selanjutnya diganti Mas Jolang dengan gelar panembahan
Sedo Ing Krapyak yang memerintah tahun. 1601-1613M. Ia berusaha menyatukan
Mataram yang diganggu pemberontak. Tahun 1613, ia meninggal dan digantikan Adipati
Martapura, tidak lama kemudian diganti Mas Rangsang (Sultan Agung saudaranya)
Tahun. 1631-1645. Pada tahun 1645 sultan Agung meninggal dan digantikan
putranya Amangkurat I (1646-1677 M)
4.
Kerajaan
Islam di Banten (1552-1570 M)
Pada
tahun 1526 M. Fatahillah memimpin tentara Demak dan Cirebon menaklukkan
kerajaan Hindu di Pajajaran. 20 tahun kemudian Sunan Gunung Jati (Hasanuddin
putra Syarif Hidayatullah) dari Cirebon menjadi Sultan Banten yang pertama. Ia
memerintah tahun 1552-1570 M. masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Islam
disebarkan ke daerah Lampung dia menjalin hubungan persahabatan dengan Sultan
Aceh yang berkuasa di Indrapura. Selanjutnya selain Islam di Lampung juga
disebarkan di Bengkulu, disana didirikan masjid dan lembaga pendidikan. Tahun
1570 Sultan hasanuddin meninggal digantikan Maulana Yusuf (putranya) tahun
1570-1580. Selanjutnya Islam dilanjutkan penyebarannya ke daerah Pajajaran,
daeraah kerajaan Hindu yang dipimpin Prabu Sedah. Tahun 1580 Maulana Yusuf
meninggal, digantikan putranya, Maulana Muhammad sebagai sultan Banten
III(1580-1596 M). Ia diberi gelar Kanjeng Ratu Banten. Sultan Banten III tewas
dalam penyerangan ke Palembang tahun 1604.
5.
Kerajaan
Islam di Cirebon
Di Jawa
Barat terdapat perguruan Islam, tepatnya di Krawang dan Gunung Jati Cirebon.
Perguruan Islam di Krawang tersebut dibangun Syek Samsudin/Syekh Kuro tahun
1418 M. Perguruan Islam dan Gunung Jati Cirebon. Kerajaan ini menjadi kerajaan
Islam pada tahun 1479. Kerajaan ini selanjutnya diserahkan kepada keponakan
Syarif Hidayatullah dengan nama Maulana Mahmud Syarif Abdillah Sultan Mesir.
Kekuasaan sultan Mesir ini mencapai wilayah kerajaan pajajaran, kerajaan Galuh
di Ciamis jawa Barat. Tahun 1568 ia meninggal dan dikuburkan di sebelah barat
Gunung Jati sehingga terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
b.
Kerajaan Islam
di Sumatra
Antara
abad 7 dan abad 8 masehi Islam masuk ke Indonesia melalui pesisir Sumatra yang
disebarkan oleh para mubaliqh dan saudagar Islam, arab, Mesir, Persia dan
Gujarat. Kehadiran Islam di Pasai mendapatkan tanggapan yang cukup baik. Islam
tidak hanya diterima lapisan masyarakat pedesaan tetapi juga menambah
kemayarakat perkotaan. Kerajaan ini berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Pusat
kerajaan ini terletak di pantai timur Sumatra. Raja-raja yang terkenal
diantaranya : Sultan Malikud Saleh (1285-1297 M), Sultan lMalikud Dohir
(1297-1326 M), Sultan Malikud Dohir II (1326-1348 M), Sultan Zainal Abidin
(1348-1406 M).
c.
Kerajaan Islam
di Sulawesi
Pada
abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa
Makasar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan
yang memiliki hubungan baik yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya
adalah Gowa yang sekarang menjadi Makasar. Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi
daerah islam. Masuk dan berkembangnya Islam di Makasar atas juga datuk
Ribandang (Ulama adat Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri
pada tahun 1605 M.
F. Raja-raja
yang terkenal diantaranya :
1.
Sultan
Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah
negara maritim yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi
dan lImbo. Pada masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami perkembangan
pesat yang daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah Sulawesi.Ia wafat
pada tahun 1939 M, setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan putranya
yang bernama Muhammad Said.
2.
Muhammad
Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun.
3.
Sultan
hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada
masa Sultan hasanuddin berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya.
Wilayah kekuasaannya sampai ke pulau Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia
berkuasa selama 16 Tahun.
No comments:
Post a Comment