.
Awal
sejarah.
Bukti
sejarah penyebaran Islam di Nusantara terkeping-keping dan umumnya tidak
informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia terbatas.
Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik
tentang konversi masyarakat Nusantara. Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap
awal proses konversi ini, adalah batu nisan dan kesaksian beberapa peziarah,
tetapi hal ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat
tertentu pada waktu tertentu. Baik pemerintah kolonial Hindia Belanda maupun
Republik Indonesia lebih memilih situs peninggalan Hindu dan Buddha di Pulau
Jawa dalam alokasi sumber daya mereka untuk penggalian dan pelestarian
purbakala, kurang memberi perhatian pada penelitian tentang awal sejarah Islam
di Indonesia. Dana penelitian, baik negeri maupun swasta, dihabiskan untuk
pembangunan masjid-masjid baru, daripada mengeksplorasi yang lama.
Sebelum
Islam mendapat tempat di antara masyarakat Nusantara, pedagang Muslim telah
hadir selama beberapa abad. Sejarawan Merle Ricklefs (1991) mengidentifikasi
dua proses tumpang tindih dimana Islamisasi Nusantara terjadi: antara orang
Nusantara mendapat kontak dengan Islam dan dikonversi menjadi muslim, dan/atau
Muslim Asia asing (India, China, Arab, dll) menetap di Nusantara dan bercampur
dengan masyarakat lokal. Islam diperkirakan telah hadir di Asia Tenggara sejak
awal era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, 'Utsman' (644-656) utusan dan
pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui
Nusantara dari dunia Islam. Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun
904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah terlibat dalam negara
perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra.
Kesaksian
awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari Kekhalifahan Abbasiyah, menurut
kesaksian awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara pelaut Muslim
terutama karena kelimpahan komoditas perdagangan rempah-rempah berharga seperti
Pala, Cengkeh, Lengkuas dan banyak lainnya.
Kehadiran
Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi
pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di
Nusantara. Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di
Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah.
Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 H (1082 M), meskipun milik
seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa
di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi Nusantara berasal
dari Sumatera Utara, Marco Polo dalam perjalanan pulang dari China pada tahun 1292,
melaporkan setidaknya satu kota Muslim, dan bukti pertama tentang dinasti
Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H (1297 M), dari Sultan Malik
al-Saleh, penguasa Muslim pertama Kesultanan Samudera Pasai, dengan batu nisan
selanjutnya menunjukkan diteruskannya pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah
pemikiran Syafi'i, yang kemudian mendominasi Nusantara dilaporkan oleh Ibnu
Battutah, seorang peziarah dari Maroko, tahun 1346. Dalam catatan
perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa penguasa Samudera Pasai adalah
seorang Muslim, yang melakukan kewajiban agamanya sekuat tenaga. Madh'hab yang
digunakannya adalah Imam Syafi'i dengan kebiasaan yang sama ia lihat di India.